Sonata Musim Kelima


Judul: Sonata Musim Kelima
Penulis: Lan Fang
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 151

“Kemudian seperti biasa kamu berlalu. Tetap terburu-buru. Aku tidak tahu apakah kamu sedang memburu atau sedang diburu hujan. Itu tidak penting lagi.
Tahukah kamu kalau aku ingin menyampaikan ada yang lebih penting?
Bila kamu memeluk hujan, itu aku. Bila kamu menyentuh dingin, itu aku. Bila kamu mencium angin, itu aku. Maka kamu adalah tanah yang begitu tabah menadah hujan.
Kurasa ini paling penting.” (halaman 151)

Kalimat di atas adalah kutipan dari salah satu kumpulan cerpen yang ada di buku Sonata Musim Kelima. Mengapa bagian ini yang saya kutip? Hem, entah. Mungkin karena kita, manusia, sering terjebak oleh rutinitas yang membuat kita tidak lagi bisa merasa?

Kelima belas cerpen yang ada di buku ini bercerita tentang cinta. Cinta yang tak bersatu dan perpisahan menjadi pilihan Lan Fang, yang kemudian mengemas cerita-ceritanya dalam bahasa yang puitis.

Kisah Mahabrata menjadi inspirasi bagi Lan Fang di cerpennya yang berjudul Sri Kresna. Ada juga kisah cinta dari legenda China, siluman ular putih.

Saya suka cerita tukang dongeng dan tukang mimpi. Suatu saat tukang mimpi kehilangan pangeran negeri mimpinya, pangeran bermata bintang. Nama pangeran itu Bisma, yang dicintai oleh Amba setengah mati. Namun Bisma memendam gairahnya sendiri walau hatinya sepenuhnya hanya untuk Amba, wanita yang ia cintai.

“Aku ingin memeluknya, menciumnya dan menghirupnya. Hanya aku dan dia.
Tetapi kenapa kau diam saja?
Karena cinta semakin terdengar di dalam kediamannya.” (halaman 146)

Atau ini, cerita tentang si pianis buta dan penulis tuli. Si penulis tuli tidak dapat mendengarkan denting piano indah dari si pianis dan sang pianis tidak dapat membaca tulisan si penulis. Kedalaman arti cinta begitu terasa pada larik berikut ini.
“Bukankah di dalam cinta, kebungkaman lebih berarti daripada percakapan?” (halaman 104)

Ini adalah kali pertama saya membaca novel Lan Fang. Saya terpesona dengan setiap rangkaian kalimat yang ditulisnya, bertabur puisi dan memiliki makna yang dalam. Sesekali Lan Fang juga menyisipkan sajak dari penyair Sapardi Djoko Damono, salah satu penyair kesukaan saya.

Walau kisah-kisah dalam kumpulan cerpen ini bernuansa kelabu namun pencarian arti cinta sejati terasa lebih menggugah. Dalam.

Comments

  1. Wah ini kumpulan cerpennya oke juga nih kayaknya. Aku suka cerita Mahabharata dan White Snake soalnya. Hehe.
    Sayang Lan Fang udah meninggal ya. Aku belum sempet baca karya beliau sama sekali.

  2. Luar biasa, mungkin saya agak emosinil, tapi saja selalu mengeja setiap cerita dengan rasa….

  3. Luar biasa, mungkin saya agak emosinil, tapi saya selalu mengeja setiap cerita dengan rasa….

Leave a Reply to Nana Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.