Anak Bukan Kertas Kosong

download (7)
Judul: Anak Bukan Kertas Kosong
Penulis: Bukik Setiawan
Penerbit: Pandamedia
Tebal: 249

Setiap anak itu istimewa, barangkali itu lah pesan singkat yang saya tangkap dari buku Anak Bukan Kertas Kosong. Pak Bukik, penulis buku ini akan mengingatkan kita kembali kepada visi dan misi yang pernah disampaikan oleh Bapak Pendidikan Negeri Indonesia tercinta, Ki Hadjar Dewantara.

Jauh sebelum teori kecerdasan majemuk Howard Gardner diamini oleh banyak orang, Ki Hadjar Dewantara sudah menelurkan dasar-dasar pendidikan yang mengarah kepada keragaman kodrat anak dan interaksi mereka dengan lingkungannya.

Ada tiga pemikiran KDH yang kemudian menjadi dasar penulis untuk membuat buku Anak Bukan Kertas Kosong. Pertama, bahwa setiap anak itu istimewa. “Hidup dan tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan dan kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri.”

Anak, sejak lahir telah dibekali kecerdasan tertentu. Kecerdasan satu anak dengan anak lainnya akan berbeda. Mereka hanya butuh bertemu orang yang dapat menumbuhkembangkan kecerdasan tersebut agar optimal. Siapakah orang-orang itu? Mereka lah yang disebut KDH sebagai pendidik, yaitu: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun, keluarga, dalam hal ini orang tua memegang peranan yang sangat penting sebagai pendidik utama putra-putri mereka. Seperti diungkapkan oleh KDH dalam tulisannya berikut ini.
“Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapa, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas.”

Pendidikan tidak bisa dialihtugaskan kepada sekolah, lembaga bakat, atau sesiapapun. Pendidikan putra-putri kita adalah tanggung jawab kita sendiri terhadap mereka. Keluarga adalah benteng yang dapat melindungi anak-anak kita dari pengaruh luar yang buruk. Setidaknya, kita berharap agar pengaruh buruk dari luar yang masuk dapat diminimalisir.

Pemikiran kedua dari KDH adalah, belajar bukanlah proses memasukkan pengetahuan ke diri anak. Belajar adalah proses membentuk pengetahuan, mengonstruksikan pemahaman.

Sistim pendidikan konvensional, tidak hanya di Indonesia, memang belum bisa menampung semua keistimewaan anak. Kurikukulum tunggal membuat kecerdasan anak diseragamkan sedemikian rupa agar sesuai dengan parameter kecerdasan yang ditentukan oleh pusat. Akibatnya, tanpa disadari kita telah mematikan bibit-bibit potensi kecerdasan lain yang dimiliki oleh anak-anak itu.
“Ketika keberagaman potensi anak hanya dilihat dari kecerdasan tunggal, banyak anak yang akan mengalami kesulitan belajar.” (halaman 67).

Di sinilah tugas pendidik diperlukan, bagaimana ia bisa menumbuhkan potensi yang dimiliki oleh seorang anak alih-alih memasukkan pengetahuan sebanyak-banyaknya di benak mereka.

Ketiga, pentingnya peranan keluarga dalam pendidikan anak.

Kehidupan modern saat ini telah banyak mengubah cara pandang orang bersikap dan berperilaku. Keluarga, dalam hal ini orang tua, melupakan peran mereka sebagai pendidik utama untuk putra-putri mereka. Pendidikan seolah cukup diserahkan kepada sekolah. Padahal bukan itu, sejatinya “keluarga adalah pusat dan keadaan terbaik bagi pendidikan anak.”

Tugas kita, orang tua, adalah mendidik mereka dengan baik, mengarahkan potensi yang mereka miliki untuk bisa bertumbuhkembang optimal sehingga memberikan manfaat bagi diri sendiri, orang lain dan sekelilingnya.

Dengan merujuk kepada tiga pemikiran KDH di atas, Pak Bukik mengajak kita semua untuk bersama kembali meluruskan tujuan pendidikan ke arah yang lebih baik untuk putra-putri kita. Menggali potensi yang mereka miliki dengan memberikan ruang dan kebebasan bagi putra-putri kita untuk berkreasi. Terdapat juga panduan bagi para orang tua untuk berperan di dalam mengembangkan bakat dan kecerdasan anak. Buku yang patut dibaca utamanya oleh orang tua dan pendidik di sekolah.

Saya ingin mengutip kalimat bagus dari Abuya Assayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawy Almaliki
“Orang tua laksana busur, dan anak-anaknya bagaikan anak panah. Busur yang baik adalah yang mampu melesatkan anak panah jauh melewati zamannya”.

Sebagai penutup review buku Anak Bukan Kertas Kosong, berikut ini adalah syair Khalil Gibran yang bercerita tentang anak. I really like this poem 🙂

Anakku : Kahlil Gibran
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.

Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.

Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.

(Terima kasih untuk Pak Bukik yang telah memercayakan saya untuk me-review buku Anak Bukan Kertas Kosong. Semoga bermanfaat 🙂 ).

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.