Disruption


Judul: Disruption
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Cetakan kedua, April 2017
Tebal: 497

Sinopsis

Apa itu distuption? Disruption bisa dijabarkan sebagai sebuah inovasi, yang mengganggu atau mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan besar (incumbent). Apa contohnya?

Masih ingat kisah Nokia? Nokia pernah menjadi market leader di berbagai negara dengan produk telepon selulernya. Namun di tahun 2013 merupakan tahun kebangkrutan nokia. Pada tahun itu, perusahaan asal Finlandia ini menjual divisi telepon selulernya kepada Microsoft. Apa yang menjadi penyebab kegagalan nokia? Jawabnya adalah nokia dianggap tidak lagi inovatif. Mereka ‘lupa’ mengikuti perkembangan teknologi telepon seluler yang saat itu sangat dinamis. Selain Nokia, kisah yang sama terjadi pada Kodak, Sonny, Yahoo, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan yang pernah mendominasi pasar ini pada akhirnya tenggelam karena tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. 

Hampir semua industri tengah bertarung menghadapi lawan-lawan baru yang masuk tanpa mengikuti pola yang selama ini dikenal. Mereka tak terlihat, namun tiba-tiba muncul menjadi sedemikian besar. Mereka masuk langsung ke rumah-rumah konsumen, secara online, melalui smartphone. Kelemahan para incumbent adalah mereka tak bisa mendeteksi karena lawan-lawan berada di luar pantauan mereka. Mereka tak menyadari bahwa dunia berubah. Dan saat dunia berubah, maka industri lama pun terdisrupsi tanpa bisa terelakkan lagi. Keadaan yang parah terjadi pada perusahaan-perusahaan yang tak pernah menjembatani lintas-generasi. 

Lawan-lawan baru ini didirikan oleh anak-anak muda yang membangun startup. Startup adalah usaha rintisan atau usaha baru yang dilakukan dengan menggunakan teknologi, baik pada internet gelombang kedua maupun ketiga. Startup mempunyai ambisi untuk menjadi besar bahkan menjadi pemain global. Pembiayaan stratup bukan dari bank melainkan dari venture capital. Bisnis startup berdampak penciptaan lapangan kerja. 

Mari kita lihat contoh Gojek.  Kehadiran Gojek telah ‘mengacaukan’ keberadaan Bluebird, perusahaan taxi terbesar di Indonesia. Bluebird yang memiliki sekitar 27 ribu taxi reguler dan ribuan taxi eksekutif serta limosin dalam kajian Tech Crunch menyebutkan bahwa nilai valuasi Bluebird 9,8 triliun rupiah. Nilai ini sangat jauh dibandingkan dengan Gojek yang memiliki nilai valuasi sebesar 17 triliun rupiah, dan Grab dengan 20 triliun rupiah. Sementara kita semua tahu bahwa baik Gojek dan Grab sama sekali tak memiliki armada. Namun Gojek bermitra dengan 200 ribu pengemudi pemilik kendaraan di kota-kota besar. Tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Gojek maupun Grab telah membantu menciptakan lapangan kerja baru.

Walau sempat beberapa kali menuai protes dan demo dari perusahaan incumbent, namun Gojek dan Grab tetap eksis sampai saat ini. Keberadaan jasa transportasi online ini dianggap mampu untuk memecahkan masalah sehari-hari masyarakat Indonesia akan kebutuhan jasa transportasi yang mudah, murah, dan cepat.  

Apa hal lainnya yang membuat Gojek atau Grab unggul dan mampu bersaing dengan perusahaan transportasi darat konvensional? Jawabnya adalah para pemain baru (pendiri startup) ini menawarkan inovasi model bisnis yang berbeda dengan pemain lama. Model bisnis para pemain baru ini memang memungkinkan mereka untuk tampil tak terlihat. Mereka membangun ekonomi berbagi (sharing economy) dan memanfaatkan teknologi serta internet dalam usahanya.

Menurut Rhenald, dunia telah berubah dari segala sisi.

Pertama, teknologi, khususnya informasi dan komunikasi telah mengubah dunia tempat kita berpijak. Teknologi telah membuat segala produk menjadi jasa, jasa yang serba digital, dan membentuk marketplace baru, platform baru, dengan masyarakat yang juga berbeda. 

Kedua, sejalan dengan itu muncullah generasi milenial, generasi baru yang menjadi pendukung utama gerakan ini. Mereka tumbuh sebagai kekuatan mayoritas dalam peradaban baru yang menentukan arah masa depan peradaban.  

Ketiga, kecepatan luar biasa yang lahir dari microprocessor dengan kapasitas ganda setiap 24 bulan menyebabkan teknologi bergerak lebih cepat dan menuntut manusia berpikir dan bertindak lebih cepat lagi. Manusia dituntu untuk merespon dengan cepat tanpa keterikatan pada waktu dan tempat.

Keempat, muncullah kesadaran penuh menciptakan perubahan dan kemajuan melalui cara-cara baru. Contohnya, para bupati dan gubernur yang dibesarkan dalam gelombang kedua internet mendorong semua aparatnya untuk masuk ke media sosial dan memberi layanan 24 jam sehari melalui smartphone. 

Kelima, bertumbuhnya teknologi juga mendorong cara mengeksplorasi kemenangan. Manusia-manusia baru mengembangkan model bisnis yang amat disruptive yang mengakibatkan barang dan jasa lebih terjangkau, lebih mudah terakses, lebih sederhana, dan lebih merakyat. Mereka memperkenalkan sharing economy, on demand economy, dan segala hal yang lebih real time.

Keenam, teknologi memasuki gelombang ketiga, yaitu internet of things. Artinya, media sosial dan komersial sudah mencapai titik puncaknya. Dunia memasuki gelombang smart device yang mendorong kita semua hidup dalam karya-karya yang kolaboratif. Smart home, smart city, smart shopping adalah contohnya. 

Ulasan:

Cepat, mengejutkan dan memindahkan adalah karakter perubahan pada abad ke-21. Dunia telah berubah dari segala sisi. Maka, kita pun harus mau dan berani beradaptasi menghadapi perubahan tersebut. Kemajuan teknologi, khususnya informasi dan komunikasi menciptakan banyak peluang, sekaligus dapat menjadi ancaman bagi mereka yang tak ingin berubah.  

Kita yang menyangkal kehadiran dunia digital akan tak mampu melihat pemain-pemain baru yang masuk secara tak terlihat. Akibatnya, kita akan terjebak dalam disruption, kalah oleh para pemain baru yang menggunakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan bisnis mereka. 

Buku Disruption menurut Rhenald ditulis dengan tujuan untuk membuka mata kita dan melihatnya secara bersama-sama dengan kacamata baru, membaca proses, lingkungan, dampak regulasi, strategi, dan akibat dari disruption. Dalam buku ini dipaparkan berbagai kisah dari banyak perusahaan incumbent yang tumbang, dan yang berhasil bangkit dalam menghadapi ‘gangguan’ (disruption) dari para pemain-pemain baru. 

Saya ingat Bluebird yang sempat beberapa kali demo dengan keberadaan Gojek, akhirnya mengambil keputusan yang cukup bijak. Alih-alih memprotes tanpa memberikan solusi, Bluebird bekerjasama dengan Gojek melalui fitur Go Car dan Go Bluebird. 

Melihat hal tersebut saya jadi ingat saran yang ada dalam buku Disruption ini. Penasaran? Ah, baca saja bukunya ya :). 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.