Matinya Seorang Buruh Kecil


Judul asli: Chekhov The Early Stories
Penulis: Anton Chekhov
Penerbit: Melibas
Tebal: 164

Mengutip catatan dari penerbit: “Tapi cerpen-cerpen Chekhov unik, selain meng-“KO” kan, ia juga bisa membuat pembacanya tersenyum simpul dan senang. Tanpa beban, tapi membuat penasaran, juga mengejutkan.”

Nukilan di atas ada benarnya. Ketiga belas cerita pendek dari Chekhov ini memiliki ending yang mengejutkan. Cerita-cerita Chekhov juga lekat pada realitas kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Ditulis dalam bahasa sederhana yang dipenuhi dengan unsur humor dan olok-olok, cerita-cerita dalam buku ini seperti menelanjangi sifat asli manusia.

Seperti kisah Di kota Ada Surga, yang menceritakan pengalaman kepala biara selama berada di luar tembok biara demi niat awalnya untuk membantu mereka yang tersesat. Ia menggambarkan semua rayuan iblis, cantik moleknya dosa, menggiurkannya tubuh perempuan dihadapan para rahib yang terpaku di tempatnya. Mereka menelan setiap kata yang diucapkan kepala biara dan hampir-hampir tak bisa bernapas karena keranjingan. Dan ketika esok harinya sang kepala biara keluar dari kamarnya, ia tak melihat seorang rahib pun tertinggal di biara. Mereka semua lari ke kota.

Atau cerita Peristiwa di Pengadilan, ketika seorang pengacara ternama harus membela terdakwa yang berdasarkan bukti dan fakta-fakta telah dinyatakan bersalah. Akhir ceritanya sungguh tak terkira. Satire. Sungguh membuktikan kata-kata si penulis di awal cerita yang menggambarkan bahwa sang tokoh, si pengacara, adalah orang yang penuh kharisma dan disegani oleh banyak orang.

Atau cerita Catatan Harian si Pemberang. Si tokoh kita ini yang sekilas tampak anti sosial, dan lebih menyukai mengamati gerhana matahari serta pemikir yang dalam, tetap berupaya meluangkan waktunya untuk tidak mengecewakan orang-orang di dalam lingkungan kecil hidupnya. Sekalipun sesungguhnya dalam hati ia menyesali dan membenci ketidakberdayaan dirinya sendiri. Di sini Chekhov begitu manis sekaligus menyayat menampilkan sisi manusiawi dari kita, manusia.

Semua cerita di buku ini memang layak difavoritkan. Kesemua kisahnya memiliki keunikan dan kedalaman pesan yang berbeda namun menyentuh. Tapi jika harus memilih satu cerita, sepertinya saya memilih Moronoff, Pak Inspektur Polisi. Gambaran dalam cerita ini adalah fenomena yang sampai detik ini masih banyak kita temukan. Mereka yang gagap dalam mengambil keputusan ketika harus berbenturan dengan ‘orang-orang (yang mereka anggap) penting’. Barangkali kita pun pernah mengalami situasi seperti yang digambarkan dalam cerita Moronoff itu dan pada saat itu kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, di mana hati nurani dan kepentingan lainnya saling bertarung.

Terima kasih buat Jamal Kutubi, yang salah satu review bukunya di sini juga membuat saya penasaran membaca bukunya Umberto Eco tentang Foucault’s Pendulum. Karena bulan biru aku bisa tahu ada buku sebagus ini :).

Comments

  1. wiihh keren! habis baca langsung lahir aja resensinya.. maknyus mbak,, aq sependapat banget sama mbak tentang cerpen2 Chekov ini..
    entah kenapa (mgkin krn layout-kertas-margin-dll yg membuatku suka kumcer Chekov yg ini ketimbang yg lain2)..
    Favoritku d kumcer ini itu yg Gadis Paduan Suara mbk, sedih banget.. trus suka jg yang Barang Antik.. dan yang paling aneh itu yang Catatan di Stasiun.. wkwkwkw annehh puooll!!
    eh, namaku disebut 🙂 makasih mbak.. blog-nya keren!

  2. @Jamal Kutubi: Hehe, kalau nggak langsung ditulis keburu lupa nanti :). Aku belum pernah baca cerpen Chekov lainnya jadi belum bisa kasi komentar. Setuju, Catatan di Stasiun itu aneh banget tapi menggelitik sih :). Sama-sama, makasih juga ya 🙂

Leave a Reply to Jamal Kutubi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.