Dari Jokowi ke Harari

Judul: Dari Jokowi ke Harari
Penulis: Rizal Mallarangeng
Penerbit: KPG
Tahun terbit: Januari 2020
Tebal: 284

Seperti judulnya, buku ini memang berisi berbagai permasalahan dari ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan, sejarah yang dilihat dari sudut pandang tokoh dunia dan penulis sendiri. Penulis juga memberikan argumentasi sekaligus renungan untuk para pembacanya.

Saya bukan penyuka segala kabar tentang dunia politik. Namun, tidak bisa dinafikan segala ilmu sesungguhnya saling terkait. Bicara segala isu mengenai politik juga akan berdampak pada ekonomi. Seperti anggapan bahwa ekonomi Indonesia didominasi asing, misalnya. Menurut Rizal, paham ini adalah polesan dari paham usang yang diikuti oleh kaum nasionalis dan kaum sosialis pada tahun 1950-an. Paham ini sudah banyak ditinggalkan oleh banyak negara berkembang. Di Indonesia sendiri, paham ini mulai ditinggalkan pada era deregulasi 1980-an. Pandangan ini juga dianggap terlalu sempit dalam melihat kenyataan ekonomi modern serta keliru dalam mencari solusi bagi kemajuan Indonesia. Beberapa negara yang menganut paham ini secara ekstrem juga terbukti tumbang seperti Kuba, Korea Utara, dan Myanmar.

Jangan lupa pemikiran ekonomi terus berkembang. Saya jadi ingat tulisan Rhenald Kasali dalam buku MO, saat ini seorang pemimpin bukan lagi bicara tentang bagaimana cara menaklukkan atau mengalahkan. Melainkan bagaimana menciptakan sinergi dan kolaborasi dengan banyak pihak. Nah, saya jadi ingat lagi materi kuliah beberapa minggu lalu mengenai trend yang berkembang dalam manajemen operasi. Hahaha, kok sampai ke situ? Itulah menariknya sebuah ilmu. Btw, kalau direnungkan segala aspek kehidupan sesungguhnya meniru bagaimana alam bekerja.

Kembali ke paragraf kedua, apakah benar ekonomi Indonesia didominasi asing? Apakah kita dipaksa untuk bergantung kepada mereka, sehingga kita tak kunjung maju? Rizal Mallarangeng menunjukkan bahwa gross capital formation di Indonesia angka untuk modal atau perusahaan asing adalah sekitar 5%. Angka ini jauh di bawah berbagai negeri lainnya seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Artinya, ini adalah bukti terbaik untuk mengatakan bahwa ekonomi Indonesia tidak didominasi kekuatan asing.

Mengutip kalimat penulis, “Kita kembali pada konsep dasar, yaitu akal sehat. Dalam pengertian praktis, konsep ini mengandaikan pertimbangan yang saksama dengan mengandalkan akal budi (reason) serta penghargaan fakta-fakta dalam mencari kebenaran. Saya tetiba diingatkan bagaimana kita semustinya menghargai ilmu.

Sejujurnya, yang membuat saya tertarik membeli buku ini adalah karena ada nama Harari. Hehe. Jadi, apa yang Rizal tuliskan mengenai tokoh sejahrawan yang buku-bukunya direkomendasi banyak orang ini?

Mengulang kembali, menurut Harari otak dan kemampuan kognisi manusia terus berkembang tanpa batas. Algoritma yang beroperasi dalam sistem kognitif kita ketika kita berpikir atau memecahkan masalah sehari-hari sama dengan algoritma yang digunakan oleh Google dan Amazon. Bedanya hanya pada kompleksitas. Namun ketika ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju maka kedua kekuatan ini akan saling mempersempit perbedaan yang ada. Lalu, bagaimana selanjutnya? Seperti kita ketahui, algoritma komputer mengolah data yang luar biasa. Dengan data yang terakumulasi terus menerus maka akan membuat algoritma komputer semakin canggih. Lalu, apa yang terjadi dengan mini komputer yang ada pada homo sapiens? Jawaban Harari sederhana saja, maka keduanya akan bergabung. Saat itulah maka homo sapiens akan mengubah dirinya menjadi homo deus. Penulis mengingatkan bahwa Harari berulang kali menyatakan di bukunya bahwa Homo Deus bukanlah sebuah buku untuk menyampaikan kepastian atau ramalan melainkan kemungkinan. Probabilitas yang diutarakan Harari memang cenderung kelam. Rizal menambahkan bahwa beberapa penulis dengan pendekatan yang sama seperti Harari cenderung mengakhiri tulisannya dengan muram dan kelam. Namun Rizal menilai, barangkali bentuk kemuraman itu adalah bagian dari sebentuk kearifan untuk menghindari malapetaka di masa depan.

Nah, kalau tadi Harari melihat gerak sejarah dan kemudian menyimpulkannya dengan kemuraman, Rizal memberi sudut pandang lain dari penulis Steven Pinker dalam bukunya Enlightenment Now: The Case for Reason, Science, Humanism, and Progress. Menurut Steven kemajuan sudah terjadi dan manusia tidak akan berhenti mencari solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya, baik saat ini maupun masa depan. Menurut Steven, transformasi yang terjadi terus menerus, baik material (listrik, mesin cuci, iphone dan lain-lain) dan non material (demokrasi, kebebasan, waktu luang) telah memberikan kemungkinan lebih besar bagi manusia untuk mengurangi tekanan hidupnya dan sebagai akibatnya manusia dapat lebih mudah melakukan berbagai hal untuk menjalani hidup yang lebih bermakna.

Apa itu hidup yang bermakna (berarti)?, menurut Steven konsep “berarti” mengandaikan kehidupan yang memiliki narasi tentang masa lampau dan tujuan masa depan. Terkadang dalam mengejar tujuan masa depan, seseorang akan mengalami tekanan atau kecemasan, dan untuk sementara hidupnya akan terasa tidak bahagia, tetapi justru dalam proses jatuh bangun inilah kehidupan akan menemukan maknanya yang lebih mendalam.”(halaman 116).

Saya jadi pengin membaca bukunya Steven Pinker ini :). Beberapa ulasan lainnya mengenai politik silakan dibaca sendiri ya. Saya baru pertama membaca tulisan Rizal Mallarangeng, dan sepertinya saya tertarik untuk membaca tulisan-tulisan Beliau juga nih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.