dokumentasi: Gramediashop
Judul: Hatta, Jejak yang Melampaui Zaman
Tim Penyunting: Arif Zulkifli, Bagja Hidayat, Dwidjo U. Maksum, Redaksi KPG
Penerbit: KPG
Cetakan: pertama, September 2010
Tebal: 172
“Dia yang berjuang dengan seluruh hidup dan ketajaman pena”
Kisah Hatta, satu dari empat buku seri pendiri pendiri Republik, yaitu: Sukarno, Tan Malaka, dan Sutan Sjahrir.
Bung Hatta lahir di Bukittinggi, kota yang membelah Ngarai Sianok, tepatnya di Desa Aur Tajungkang. Beliau lahir pada tanggal 12 Agustus 1902. Hatta lahir dari perpaduan dua keluarga terkemuka: pemuka agama dan saudagar. Latar belakang keluarga membentuk Hatta menjadi pribadi yang religius. Nurcholish Madjid menyebut Hatta sebagai sosok yang rendah hati, memiliki ketulus-ikhlasan, kesederhanaan, serta kedalaman pikiran. Hatta adalah pribadi yang sepenuhnya modern sekaligus pekat dengan perilaku keagamaan yang saleh.
Kesadaran politik Hatta mulai berkembang ketika ia belajar di MULO. Hatta sering hadir dan mengikuti ceramah yang diadakan oleh tokoh politik lokal. Persentuhannya dengan politik dimulai ketika ia melihat ketidakadilan yang ditebarkan oleh kolonial Belanda. Saat itu Hatta bersekolah di sekolah dasar Belanda (ELS) di Bukittinggi, ketika kerabat kakeknya, Rais, ditangkap oleh pemerintah karena mengkritik seorang pejabat Belanda yang melakukan perbuatan ‘tidak senonoh’ dalam surat kabar Utusan Melayu. Hatta terkesan dengan sikap kerabat kakeknya, yang melambaikan tangan dari jendela kereta api dengan tangan yang dirantai.
Ingatan itu kelak menjadi sumber kekuatannya, ketika berpuluh tahun kemudian ia dan beberapa pemimpin lainnya ditangkap. Langkahnya tak juga surut.
Apa arti tanah air bagi seorang Hatta? Bagi Hatta tanah air adalah sesuatu yang berkembang dengan kerja. Seperti diucapkannya di hadapan mahkamah di Den Haag ketika ia ditangkap karena aktivitas politiknya. “Hanya satu tanah air yang dapat disebut Tanah airku. Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku.”
Hatta, tokoh sederhana dengan pemikiran yang cerdas dan ketajaman pena yang mumpuni, adalah satu dari tokoh pemimpin yang pernah dimiliki negeri ini. Tulisan-tulisan ilmiahnya tersebar di berbagai jurnal dalam dan luar negeri.
Krisis yang menghantui Indonesia saat ini persis sama seperti gambaran yang pernah dituliskan Hatta di tahun 1962.
“Di mana-mana orang merasa tidak puas. Pembangunan tak berjalan sebagaimana semestinya. Kemakmuran rakyat masih jauh dari cita-cita, sedangkan nilai uang makin merosot. Perkembangan demokrasi pun terlantar karena percekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban, sehingga memicu pergolakan daerah. Tentara merasa tak puas dengan jalannya pemerintahan di tangan partai-partai.”
Sejarah adalah pengalaman yang berulang. Dan jika Indonesia terperosok ke lubang yang sama maka mungkin itu karena Indonesia tidak sungguh-sungguh belajar dari sejarah yang benar.
Membaca buku Hatta ini akan mengajak kita merenungkan dan memikirkan kembali pandangan-pandangannya yang jauh ke depan. Seperti cita-citanya yang sederhana, melihat Indonesia, tanah airnya di kemudian hari dapat lebih maju.
huaaaaaaaahhh! udah lama aku ngidam bookset bapak bangsa T.T
Hehehe, ada nih. Mau pinjem? 🙂