Judul: Ciuman di bawah Hujan
Penulis: Lan Fang
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 359 halaman
Adakah hubungan politik dengan cinta? Ataukah politik itu sejatinya cinta?
Fung Lin bertemu Ari yang politisi itu di sebuah acara pertemuan dengan para TKW. Sedianya pertemuan itu akan dihadiri oleh pejabat, dan Fung Lin bertugas untuk mewawancarai pejabat yang bersangkutan. Waktu bergulir namun Fung Link belum juga menangkap kehadiran pejabat yang dimaksud. Untuk menumpahkan kejengkelannya Fung Lin tanpa sengaja menemukan teman bicara. Laki-laki itu adalah Ari.
Awal perkenalan Fung Lin dengan Ari kemudian membawa kedekatan Fung Lin dengan seorang laki-laki berkaki angin yang bernama Rafi. Rafi adalah teman politisi Ari, laki-laki bermata matahari yang tidak pernah mampu menangkap asap. Dan Fung Lin yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan.
Ari dan Rafi adalah anggota dewan dengan visi yang sama. Keduanya mencintai dan memperhatikan Fung Lin dengan cara yang berbeda.
Dengan Ari, Fung Lin merasa bisa mengobrol dengan bebas. Seperti Ari yang juga membutuhkan Fung Lin untuk menyadarkan dirinya bahwa ia masih manusia selayaknya. Sebaliknya Rafi, sedikit kaku dan menjaga sikap. Rafi enggan berbicara tentang hal-hal yang dirasanya tak perlu. Seperti itu pula sikapnya dalam dunia kerja yang digelutinya.
“Menurutnya, mimpi tidak bisa diwujudkan hanya dengan bercakap-cakap. Walaupun bercakap-cakap di gedung ini adalah sebagian dari proses untuk mewujudkan mimpi. Tetapi mimpi di sini milik siapa? Mimpi orang-orang kecil atau mimpi para pemain politik?” (halaman 91)
Siapakah yang memenangkan hati Fung Lin? Ari atau Rafi?
Ini bukan kisah cinta biasa, ini adalah cerita mengenai dunia politik. Politik itu juga cinta. Dalam cinta ada strategi yang perlu dimainkan untuk merebut hati orang yang kita kasihi.
Alur cerita di buku ini maju mundur. Berbagai simbol juga banyak digunakan untuk menggambarkan dunia politik. Seperti penggambaran tikus besar dan kecil yang saling menindas satu sama lain dan meninggalkan luka gigitan di tubuh Fung Lin. Atau hadirnya hamster yang kemudian melahirkan 44 anak, namun kemudian keempat puluh anak hamster itu dimakan oleh induknya sendiri. Demi melihat peristiwa menjijikkan itu membuat Fung Lin memutuskan untuk mengumpankan kedua induk hamster itu ke kandang harimau.
“Aku tidak mau ada orang yang memakanmu seperti itu. Aku juga tidak mau kau memakan orang lain. Karena politisi akan selalu saling memakan. Raf, aku tidak suka kau menjadi politisi….” (halaman 351)
Lan Fang melukiskan kisah dalam novel ini dengan diksi yang memikat disertai ungkapan tersembunyi sarat makna. Novel ini bisa menjadi renungan bagi kita untuk melihat dunia politik beserta kegelisahan yang ditimbulkannya, seperti yang diamini Rafi.
“Kalau saja ia memiliki keberanian untuk jujur, ia akan mengatakan bahwa sebenarnya ia juga memiliki ketakutan yang sama. Karena menjadi politisi tidak seindah yang tampak dari luar. Tetapi juga tidak mudah untuk keluar dari lingkarannya.” (halaman 351)
ditunggu kunjungannya ke http://cintakuenamkarenakutakbisadiam.tumblr.com/ sebuah novel merah jambu dengan gaya penulisan yang lain daripada yang lain
Meleleh……I really luv it, bener-bener LEGA bacanyaaaaa!!!!!