Judul: [Un]affair
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penerbit: bukuKatta
Tebal: 170
“Pertemuan itu sebenarnya mudah saja. kita yang membuatnya menjadi rumit.” (halaman 70)
Tokoh di buku ini bernama Bajja. Bajja adalah lelaki penyuka hujan. Selepas kuliah ia memutuskan untuk pindah ke sebuah kota kecil. Kota Sendu sebutannya, kota di mana mendung, gerimis, dan hujan senantiasa hadir. Di sini Bajja bekerja sebagai desainer grafis di sebuah percetakan buku. Suatu hari di perhentian sebuah kereta ia bertemu dengan seorang perempuan yang menarik perhatiannya. Nama perempuan itu Arra, yang kelak menjadi pelanggannya.
Arra adalah sosok perempuan muram. Ia tak banyak bicara seperti juga kehadirannya yang seperti angin. Ada kalanya ia menghubungi dan menemui Bajja, untuk kemudian berhari-hari menghilang. Dan di saat Bajja lelah menunggu, Arra selalu datang kembali.
“tapi selalu saja, bila suasana hatiku tengah begitu buruk, aku sama sekali tak bisa menolak untuk kemari.” (halaman 84)
Bajja tidak pernah menolak kedatangan Arra. Walau ia juga tidak berani berharap lebih pada hubungan mereka, karena ia tahu Arra telah memiliki seorang kekasih. Sampai suatu ketika surat undangan diselipkan Arra di bawah pintu rumahnya.
Sementara itu, Canta, mantan pacar Bajja memutuskan untuk menerima tawaran bekerja di kota Sendu. Kedatangan Canta di kota Bajja membangkitkan kembali kenangan pada cinta yang pernah hadir diantara mereka. Canta yang masih menyimpan rasa cinta. Dan Bajja yang masih belum bisa melupakan sosok Arra.
“udara ini dipenuhi oleh zat-zat untuk melupakan seseorang.”
“Rasanya ketika seseorang yang pernah sangat istimewa bagi kita berkata secara langsung bila ia berusaha melupakan kita, sepertinya kita tak akan sepenuhnya ikhlas mendengarnya.”(halaman 119)
Saya membeli novel ini karena tertarik membaca resensi salah seorang teman BBI. Ya, itu sudah pasti, teman-teman di BBI ini memang menuangkan racun berbisa :).
Yang saya suka dari novel ini adalah kalimat indah yang dirangkai dengan manis oleh penulisnya. Sederhana tapi puitis. Ceritanya sendiri sebenarnya sederhana, tapi dialog dan renungan dari para tokohnya mampu melarutkan perasaan kita sebagai pembaca. Tutur bahasanya juga rapi. Beberapa kalimatnya mampu membuat saya mengingat kenangan-kenangan masa muda dengan nuansa yang lebih dewasa.. halah..hehehe. Tidak menya-menye tapi oke 🙂