Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

13414402
Judul: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 507

Kisah di dalam buku ini berlatar kota Pontianak. Sejujurnya saya baru tahu kalau Pontianak itu adalah nama hantu dalam bahasa Melayu. Konon menurut cerita, pendiri kota ini adalah pemuda perkasa keturunan raja-raja yang mengalahkan hantu Ponti. Maka, untuk merayakan kemenangan itu sang raja menamakan kota ini dengan nama musuhnya, yaitu Pontianak. Kota Pontianak adalah kota sungai, maka tak heran transportasi air sangat penting. Perahu bertenaga motor atau yang mereka sebut sepit menjadi kendaraan utama warga Pontianak. Namun keberadaan perahu sepit berangsur-angsur berkurang setelah adanya jembatan beton besar di kota Pontianak. Persaingan semakin sulit dengan munculnya perahu feri, musuh utama pengemudi perahu sepit.

Cerita bermula ketika Borno, anak laki-laki berusia 12 tahun meraung-raung di sudut rumah sakit ketika dokter menyimpulkan bahwa Ayah yang dikasihinya telah dinyatakan meninggal secara klinis. Sebelum tubuhnya benar-benar berhenti bekerja, Ayah Borno telah menyetujui untuk mendonorkan jantungnya untuk seorang pasien gagal jantung.

10 tahun kemudian Borno lulus dari SMA. Lelaki berhati lurus ini beberapa kali berganti pekerjaan, sebelum akhirnya memutuskan menjadi pengemudi sepit-(dan kelak menjadi pemilik bengkel) yang awalnya ia hindari karena pesan sang Ayah. Namun keluarga dan kawan-kawan Ayahnya meyakinkan bahwa hakikat sejati pesan sang Ayah adalah agar dirinya menjadi lebih baik. Maka, walaupun melanggar wasiat Ayah, Borno memutuskan menjadi pengemudi sepit dan berjanji akan menjadi orang baik, “setidaknya aku tidak akan mencuri, tidak akan berbohong, dan senantiasa bekerja keras-meski akhirnya hanya jadi pengemudi sepit. (halaman 54)

Dibawah bimbingan Pak Tua, Borno belajar mengemudikan sepit. Menjadi pengemudi sepit juga memberi jalan bagi Borno untuk berkenalan dengan seorang gadis peranakan Cina berwajah sendu yang meninggalkan sepucuk amplop berwarna merah. Surat yang ia kira berisi angpau, serupa yang diberikan gadis itu kepada semua pengemudi sepit di perayaan tahun baru Cina. Sepucuk surat itu kelak memberi jawaban atas semua pertanyaan yang menyeruak di kepala Borno tentang keputusan Mei, nama gadis itu untuk menjauh dari dirinya setelah kedekatan mereka.

Ada banyak tokoh di dalam cerita ini, selain tokoh utama Borno dan Mei. Andi, sahabat sejati, teman sepermainan sejak kecil, Pak Tua yang setia dengan kata-kata bijak dan petuah cinta untuk Borno dan Bang Togar, pemuda tinggi besar menyebalkan namun tidak ada yang mengalahkan ia mengenai kepedulian dan setia kawan.

Sebuah buku yang sarat dengan cinta, persahabatan dan kerja keras. Cinta yang dipenuhi dengan kesabaran dan penghormatan, pun ketika harus merelakan sang pujaan memilih untuk pergi menjauh dan kesadaran untuk menata hati yang patah.

β€œBoleh jadi ketika orang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Tapi kau masih memilik separuh hati yang tersisa, bukan? Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga.” Hal. 479

Saya baru pertama kali membaca buku Tere Liye, dan bisa dibilang selama membaca buku ini saya seringkali tergoda untuk tersenyum dan tertawa membaca rangkaian kisah di dalam buku. Kisah getir kehidupan dan cinta sendu yang dikemas dengan warna ceria, selintas mengingatkan saya kepada gaya penulisan Andrea Hirata. Pintar benar mengaduk-aduk isi hati pembacanya :). Tampaknya, saya berminat untuk membeli buku Tere Liye lainnya. woahh.. hehe πŸ™‚

Comments

  1. bukubuku karya Tere Liye memang bagusbagus, bu… dia selalu menyiratkan makna yg dalam pada tulisannya, dan selalu bikin pembaca terbawa suasana πŸ˜€

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.