Judul: M#O Sebuah Dunia Baru yang Membuat Banyak Orang Gagal Paham
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Mizan
Tahun terbit: Cetakan ke-1, Agustus 2019
Tebal: 422
MO merupakan singkatan dari Mobilisasi dan Orkestrasi. Hm, buku apa ini? Politik? Musik? Hehe, ini adalah buku bisnis. #MO adalah pendekatan baru dalam industri berbasis revolusi industri 4.0 dengan kekuatan enam pilarnya yaitu AI (artificial intelligence), Super Apps, IoT (Internet of Things), Cloud, Broadband Network, dan Big Data. Kehadiran revolusi industri 4.0 menempatkan kita pada era baru, connected society atau bahkan hyperconnected society, yang mengubah banyak hal. Tidak hanya perilaku konsumsi yang berubah, namun juga marketing, komunikasi kehumasan, proses bisnis, sampai ke model bisnis dan leadership.
Dalam era hyperconnected, tidak lagi diperlukan kehebatan luar biasa, namun cukup keterampilan mobilisasi (Anatomi, Bauran Mobilisasi Online, SHARE, 5 elemen penggerak jari dan pemahaman yang cukup untuk melakukan mobilisasi). Sementara untuk melakukan orkestrasi dibutuhkan leadership dengan cara-cara baru. Mobilisasi sendiri akan menggantikan cara marketing yang kita kenal. Dan orkestrasi adalah cara-cara menggerakkan usaha baru.
Secara ringkasnya, buku ini menceritakan perubahan yang sedang terjadi oleh adanya kemajuan digitalisasi dan bagaimana kita merespon perubahan dan fenomena-fenomena baru yang muncul tersebut. Digitalisasi mengubah kebiasaan konsumen dan sudah seharusnya mengubah cara kita menghasilkan produk, memasarkan, dan mengatur pekerjaan.
Saat ini kita menyaksikan gelombang mobilisasi, dimana bisnis tak lagi harus menguasai dan memiliki semuanya. Cukup melakukan orkestrasi.
Contoh orkestrasi, Youtube. Youtube memiliki kemampuan mengorkestrasi resources, yakni para content creator. Youtube tidak memproduksi sendiri konten seperti televisi. Youtube hanya cukup menyediakan panggung bagi para content creator dari seluruh dunia untuk menampilkan hasil kreasi mereka. Youtube tidak membeli atau memproduksi sendiri konten tersebut. Dengan demikian ia tidak harus menanggung beban fixed cost. Dengan skema crowd sourching, Youtube membangun ekosistem digital dalam skala global yang di dalamnya terdapat content creator, YouTubber, audiens/konsumen, dan para pemasang iklan.
Contoh lain, Gojek. Gojek adalah platform penyedia transportasi online yang memobilisasi jasa pengantaran makanan (Go-Food). Atau Kitabisa.com yang memobilisasi donasi sosial. Kedua contoh perusahaan ini memanfaatkan teknologi untuk mengorkestrasi permintaan dan penawaran melalui platform yang mereka ciptakan.
Mobilisasi adalah upaya memperluas pasar dengan menghadang kekuatan lawan, atau menggerakkan opini untuk memperoleh dukungan. Pemahaman mobilisasi juga penting untuk memasarkan produk atau gagasan baru. Contoh: Singles’ Day-Alibaba. Menurut majalah Fortune (Banett, Nov 10, 2018) orang-orang Tiongkok sudah mengorder belanja di platform Alibaba sebesar USD1 miliar dalam dua menit pertama sejak sales itu dibuka. Ini tentu saja mengagetkan Amazon sebagai pesaing Alibaba.
Apa yang membuat semua itu bisa terjadi? Partisipasi konsumen. Dunia online memungkinkan konsumen menjadi partisipan aktif. Mereka aktif membuat dan menyebarkan konten dari apa yang mereka alami bersama produk yang mereka beli. Melalui berbagai platform seperti facebook, instagram, serta melalui metode sharing (menyebarkan apa yang dikonsumsi) – shaping (menggiring opini para pengikutnya di dunia maya) yang dibuat oleh konsumen secara sukarela.
Kehadiran perusahaan-perusahaan teknologi baru dengan aset minimalis mampu memperoleh nilai valuasi yang besar tentu saja ‘mengganggu’ keberadaan perusahaan-perusahaan konvensional yang heavy asset. Daftar top perusahaan-perusahaan besar yang dulu didominasi oleh perusahaan tradisional pun beralih tergantikan oleh perusahaan-perusahaan berbentuk semi platform atau platform sepenuhnya. Perusahaan-perusahaan apa saja kah itu? Sebut saja Google, Amazon, Facebook, Intel.
Platform berbeda dengan korporasi biasa dimana korporasi biasa model bisnisnya adalah mengakumulasi aset dan mengendalikannya. Sebaliknya, platform hanya mengorkestrasi, platform tidak menguasai atau memiliki. Platform sangat bergantung dengan ekosistemnya. Sebagai contoh: Gojek. Gojek adalah platform transportasi online, yang juga menyediakan layanan antarmakanan online serta melakukan payment dengan Gopay. Banyaknya bisnis yang dimasuki Gojek memungkinkan user mendapat berbagai layanan yang dibutuhkan meskipun menggunakan satu platform. Contoh lainnya adalah Tencent (perusahaan layanan pesan instan, WeChat). Tencent kemudian masuk ke sector payment (digital wallet), e-commerce (JD.com), game, music online, dll.
Akibatnya, core bisnis memang menjadi kabur. Kita tidak bisa mendefinisikan Gojek sebagai hanya perusahaan jasa transportasi online saja misalnya. Perusahaan bisa masuk ke dalam berbagai sektor, atau menggandeng perusahaan lain, seperti Tokopedia yang bekerjasama dengan perusahaan fintech Ovo. Kesemuanya itu bertujuan untuk memanjakan para user. Semakin betah users berada dalam lingkungan digital yang tercipta, semakin besar bisnis yang bisa dikembangkan oleh platform tersebut. Semua yang dibangun itu merupakan komunitas-komunitas yang melakukan transaksi-transaksi dan berhubungan. Ada ekosistem yang menjalankan peran pembayaran, kredit, produksi, produk-produk pelengkap, pengiriman, komunitas hobi, komunitas Kesehatan, komunitas ahli, dll. Dengan demikian ekosistem digital akan terdiri dari beragam pemain yang menyediakan solusi multi-industry yang dapat saling diakses secara digital.
Begitulah ekosistem bekerja. Antarbagian saling menghidupi, saling berinteraksi memberikan dukungan, sehingga perputaran bisnis bisa berlangsung sustainable dan bahkan bisa berkembang lebih besar.
Mengutip kata-kata bijak dari navjot Singh Sidu, You can’t play a symphony alone, it takes an orchestra to play it.
Pesan moral: Gunakan cara-cara baru supaya tetap relevan dengan kondisi yang ada. Terbuka dengan perubahan, berkolaborasi, terus belajar dan berani beradaptasi.