Mari Bicara Iman


Judul: Mari Bicara Iman
Penulis: Dr. Nadirsyah Hosen
Penerbit: Zaman
Tahun terbit: 2011
Tebal: 237

Mari Bicara Iman adalah buku yang bercerita tentang berbagai persoalan kehidupan dan keberagaman. Setiap potongan kisahnya akan memberikan kesadaran kepada kita bahwa inilah yang kita pikirkan inilah yang terjadi pada kita.
Fragmen cerita diambil dari cerita keseharian dan khazanah keislaman. Buku ini tidak hanya menawarkan nilai-nilai kemanusiaan namun juga mengasah kepekaan dan sekaligus mengusik pikiran kita sebagai hamba Allah yang dikaruniai akal untuk berpikir.

Dibagi dalam 4 bab, buku ini menguraikan Teladan, Kearifan, Tantangan Iman dan Keberkahan Ramadhan.
Dalam sebuah cerita mengenai Keteladanan, dikisahkan suatu hari ketika Nabi Muhammad duduk di masjid bersama para sahabatnya, tiba-tiba Nabi berseru, “Akan datang seorang penghuni surga.” Serempak para sahabat memandang ke arah pintu. Ternyata yang datang hanya seorang sahabat. Ia memberi salam lalu mengerjakan shalat. Keesokan harinya di saat yang sama Nabi kembali berseru, “Akan datang seorang penghuni surga.” Dan yang muncul adalah sahabat yang kemarin. Karena rasa ingin maka seorang sahabat Nabi membuntuti orang yang digelari “penghuni surga” oleh Nabi. Dan sampai di depan rumah, sahabat Nabi meminta ijin untuk menginap di rumah “penghuni surga” karena ia sedang bertengkar dengan keluarganya. Setelah tiga hari sahabat itu akhirnya berterus terang bahwa ia berbohong. Alasannya menginap adalah karena ia ingin mengetahui amalan yang dilakukan oleh orang yang digelari “penghuni surga” oleh Nabi. Menurut sahabat, amalan yang dilakukan oleh orang yang disebut “penghuni surga” itu tidak berbeda dengan amalan yang ia lakukan. Si “penghuni surga” pun tak mengetahui mengapa Nabi menyebutnya “penghuni surga”. Si sahabat pun berlalu. Tak lama sahabat itu berjalan, si “penghuni surga” memanggilnya. “Saudaraku!”, aku teringat sesuatu… Tak pernah terbersit sedikit pun rasa dengki di hatiku.”
“Itulah rahasia mengapa Nabi menyebutmu penghuni surga. “Itu yang tak dapat kami lakukan.”

Dengki bukan persoalan sepele. Dengki adalah persoalan hati. Dari dengki akan lahir buruk sangka. Dari buruk sangka akan lahir fitnah dan tuduhan. Dan seseorang akan “senang” jika fitnah dan tuduhan yang dibuatnya bisa didengar oleh orang lain. Fitnah itu pun menyebar. Dengki melahirkan perilaku-perilaku buruk lainnya. (halaman 46)

Dalam bab Kearifan ada satu kisah mengenai Ali Baba dan Qasim yang diambil dari “Kisah Seribu Stau Malam”. Ali Baba dan Qasim adalah dua bersaudara yang nasibnya berlainan. Ali Baba hidup miskin dan Qasim sangat kaya raya. Suatu hari ketika Ali Baba sedang berjalan menyusuri gurun pasir ia melihat sekawanan penyamun. Kawanan penyamun ini menuju sebuah pintu batu dan mengucapkan mantra. Ali Baba memperhatikan dengan seksama gerak-gerik sang penyamun. Ketika keluar, pimpinan penyamun mengucapkan kata-kata sakti sehingga batu kembali tertutup. Ali Baba yang penasaran mendekati pintu. Ia mengucapkan mantra dan batu terbuka. Alangkah kagetnya Ali Baba ketika ia mendapati emas serta perhiasan dan barang-barang nahal di dalamnya. Ali Baba mengambil harta itu secukupnya lalu pulang ke rumah. Akibat keteledoran istrinya, Qasim mengetahui perubahan yang terjadi pada adiknya yang kini hidup lebih dari cukup. Karena didorong rasa iri, Qasim bertanya mengenai asal kekayaan yang dimiliki adiknya. Dan Ali Baba terdorong oleh rasa sayang kepada kakaknya menceritakan rahasianya termasuk kata sandi untuk membuka pintu. Singkat cerita, pergilah Qasim. Ia mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Setelah puas ia pun hendak keluar. Namun Qasim lupa kata sandi. Sial bagi Qasim, rombongan penyamun datang. Begitu pintu terbuka, para penyamun mendapati Qasim di dalam gua. Nasib Qasim selanjutnya bisa ditebak.

Kisah Ali Baba dan Qasim mengajarkan kita pada banyak hal. Boleh jadi kita sama-sama memiliki keilmuan. Boleh jadi kita sama-sama mengetahui rahasia ilahi. Boleh jadi juga kita sama-sama hafal ayat ilahi. Namun, kesucian hatilah yang membedakan kita. Ali Baba tidak silau dengan harta duniawi. Sementara itu, meskipun sudah diberitahu mantra sakti, tetapi karena silau dengan harta duniawi, Qasim mendadak lupa mantra itu. Keserakahan membutakan pikiran Qasim. Ketika kepala penuh dengan keserakahan, seseorang akan lupa dengan mantra sakti. Ayat ilahi, atau yang diumpamakan dengan mantra sakti dalam kisah Ali Baba, hanya akan menghampiri mereka yang suci hatinya. Boleh jadi kita sama-sama tahu makna ayat ilahi, namun nasib kita bisa berbeda. (halaman 80)

Sementara di bab Tantangan Iman ada sebuah kisah keseharian penulis dimana suatu ketika ia ditegur oleh seorang kawan mengenai ketidaksempurnaannya dalam shalat. Pada waktu lain si kawan tadi menegur jamaah lain yang rukuknya dianggap tidak sempurna sehingga si jamaah yang ditanya menjadi gelagapan. Penulis menjadi bertanya-tanya apakah pekerjaan kawannya itu adalah mengamati setiap gerakan shalat orang lain dan bersiap menegurnya selepas salam. Dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa tanda seseorang mendapat hikmah adalah ia mudah melihat kesalahan dirinya sehingga ia tak sibuk memikirkan kesalahan orang lain.

Dalam surah al-Najm ayat 32 Allah berfirman, Dia lebih mengetahui keadaanmu ketika Dia menjadikanmu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.

Jika hanya Allah yang mengetahui kadar ketakwaan seseorang maka mengapa kita harus terlalu bersemangat memikirkan kesalahan orang lain. Dakwah itu penting, tetapi yang harus dihindari dalam berdakwah adalah merasa dirinya paling benar, paling suci, dan paling bertakwa, juga hanya sibuk memikirkan kesalahan orang lain tanpa peduli pada kesalahan dan kekurangannya sendiri. Semoga kita semua tidak termasuk golongan terakhir ini. Insya Allah. (halaman 103)

Bab terakhir bercerita tentang Keberkahan Ramadhan. Sebentar lagi, insya Allah kita akan akan memasuki bulan ramadhan. Ramadhan adalah saat rahmat Allah turun begitu banyak. Salah satunya adalah terkabulnya doa-doa. Mari rebahkan diri kita dan banyaklah berdoa pada bulan ini. Tuhanmu amat dekat denganmu pada bulan suci dan Ia telah menjanjikan akan mengabulkan semua permohonanmu. Setelah ramadhan berlalu, apakah doa-doa kita tetap terkabul? Apakah Allah tetap dekat dengan kita pada selain Ramadhan? Ayat penutup dari rangkaian ayat puasa, ayat ke-188 berbunyi:
Jangan sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil. Dan, janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, dengan berniat memakan sebagian harta itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

Saat Ramadhan, kita diperintahkan menahan menikmati makanan halal pada waktu tertentu. Di luar Ramadhan, kita diperintahkan menahan diri dari harta yang haram. Jika demikian-insya Allah- di dalam dan di luar Ramadhan, Allah selalu dekat dan mengabulkan doa-doa kita.

Demikianlah sebagian penggalan kisah dari buku Mari Bicara Iman. Sebagai umat muslim maka tunjukkanlah kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang indah, mengajarkan kebaikan budi dan kelembutan hati, seperti teladan yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad saw.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.