Judul buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane.
Penulis: Kate Dicamilo
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Ini kisah seekor kelinci porselen yang bernama Edward Tulane. Ia dimiliki oleh seorang anak perempuan bernama Abilene. Abilene sangat menyayangi Edward dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Sebaliknya, Edward tidak mempedulikan Abilene. Edward terlalu bangga pada dirinya sendiri. Ia merasa sudah sepatutnya dilimpahi kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Dan, suatu hari ia menghilang.
Dunia yang sesungguhnya harus dihadapi oleh kelinci porselen ini. Edward terlempar dari genggaman seorang anak dalam perjalanan menggunakan kapal laut. Tubuhnya tenggelam ke dasar laut yang gelap dan pekat. Keyakinan bahwa Abilene akan menjemputnya perlahan memudar. Edward memikirkan bintang-bintang. Apakah bintang-bintang itu tetap bersinar walaupun ia kini tak lagi bisa melihatnya.
Dan suatu hari badai yang besar terjadi. Badai itu berulangkali menghempaskan tubuhnya, membawanya naik kemudian menurunkannya kembali, berulang-ulang. Di tengah keputusasaan sebuah jaring nelayan menyambar tubuhnya. Seorang nelayan kemudian membawa Edward pulang. Untuk beberapa lama hidup Edward nyaman bersama nelayan yang menyayanginya. Wanita tua, istri nelayan itu sering mengajaknya berbicara. Dan untuk pertama kali Edward menyadari bahwa ia bisa mendengarkan orang lain berbicara kepadanya. Sebelumnya, ia tak pernah mempedulikan jika Abilene bercerita. Di malam hari, jika cuaca cerah, pasangan itu akan mengajak Edward berjalan-jalan. Laki-laki nelayan itu akan memberitahu nama-nama rasi bintang. Edward sangat menyukainya. Sampai suatu ketika hidup Edward berubah ketika anak perempuan pasangan itu datang. Anak perempuan itu membenci kehadiran Edward. Dilemparnya Edward ke tempat sampah. Dan untuk beberapa lama hidup Edward berada di gundukan sampah.
Suatu hari seekor anjing mengendus keberadaan Edward dan membawa kepada majikannya, seorang gelandangan. Hari-hari dilalui Edward bersama gelandangan dan anjingnya. Edward mulai merasa menyayangi anjing itu. Mereka bersahabat. Sampai kemudian suatu hari seorang kondektur menangkap basah mereka di dalam gerbong kereta api. Edward tidak dapat berbuat apa-apa ketika melihat kondektur itu menendang sahabatnya. Hatinya menjerit dan marah, tapi ia tak berdaya. Tak lama, ia pun dilempar keluar oleh kondektur itu. Dari jauh didengarnya suara lolongan sedih sahabatnya.
Edward mendarat dengan tertelentang. Ditatapnya langit malam. Ia mengingat semua nama pemiliknya terdahulu, ketika tiba-tiba sesuatu jauh di dalam hatinya terasa sakit. Rasanya ia ingin sekali bisa menangis.
Bagaimana perjalanan Edward selanjutnya? Setelah menjadi teman bagi seorang anak perempuan yang sakit keras, kemanakah Edward pergi? Mampukah Edward membuka dirinya kembali untuk disayangi setelah kehilangan untuk kesekian kalinya?
Kate selalu mampu mengharu biru perasaan pembacanya. Melalui tokoh Edward, saya seperti diingatkan bahwa berbagai kekecewaan, kesedihan dan keputusasaan yang kita alami seringkali membuat kita lebih mampu memahami perasaan orang lain.
Mengutip sinopsis di buku tersebut “Dan selama perjalanannya itu, ia jadi tahu-bahwa hati yang paling rapuh sekalipun dapat belajar menyayangi, kehilangan, dan menyayangi lagi.”