Bernostalgia dengan buku-buku bacaan jaman SMP dahulu, dan inilah salah satu buku kumpulan cerpen dari AA Navis. Ada 10 cerita pendek di dalamnya, dan selain kisah ‘Robohnya Surau Kami’, saya suka dengan ‘Datangnya dan Perginya’ serta ‘Penolong’.
Robohnya Surau Kami
Bercerita tentang seorang kakek yang bersedih setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi. Cerita itu adalah tentang percakapan Tuhan dengan seorang manusia yang bernama Haji Saleh, di akhirat ketika Tuhan memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Haji Saleh meyakini bahwa dirinya akan dimasukkan ke surga. Namun ternyata Ia dikirim ke neraka. Haji Saleh kaget dan begitu tercengangnya Ia mendapati teman-temannya sedang merintih kesakitan di dalam sana. Dan ia tak mengerti karena semua orang yang dilihatnya adalah mereka yang tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Akhirnya mereka semua memutuskan untuk memprotes keputusan Tuhan. Dan inilah jawaban Tuhan:
“…kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembahku saja.”
Semua menjadi pucat pasi, dan bertanyalah haji Saleh pada malaikat yang menggiring mereka.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikitpun.”
Navis seperti ingin mengingatkan kita yang seringkali berpuas diri dalam ibadah, tapi sesungguhnya lupa memaknai ibadah itu sendiri. Kita memaknai ibadah dengan rajin shalat, puasa, mengaji dan ritual keagamaan lainnya. Kita lupa bahwa belajar dan bekerja adalah juga ibadah. Bekerja dengan jujur dan tekun, mengolah kekayaan alam yang dilimpahkan Tuhan dengan baik. Kita mempunyai tangungjawab sosial terhadap masyarakat dan sekeliling kita.
Kita rajin shalat, puasa, mengaji dan melakukan ibadah ritual lainnya karena kita takut masuk neraka. Tapi kita tak merasa bersalah ketika mengambil hak orang lain, menyakiti perasaan sesama atau bahkan melakukan ketidakjujuran atau kemaksiatan di muka bumi.
Kita menginginkan pahala di akhirat dengan mengabaikan kebutuhan orang lain. Apa yang kita lakukan hanya untuk keselamatan diri sendiri di akhirat kelak. Kita tidak sepenuhnya ikhlas.
Jika demikian, maka kesalehan agama kita tak lebih superfisial saja sifatnya.
Wah, dulu semua karya sastrawan indonesia saya baca semua tuh bu….baik yg jadul maupun yg agak baru. Gara2 baca karya2 itu jadi sangat terobsesi utk jadi penulis. Meski gak kesampaian, syukurlah punya banyak kenalan yg jadi penulis
saya kbtulan gk pernah baca euy, trus hubungannya dengan judul robohnya surau kami apa ya? koq gk diulas sampean
@Joko: Kan Bapak sudah nulis buku juga 🙂
@basajan: Kan sekedar memancing pemikiran masing-masing. Beberapa tulisan di atas juga saya salin rekat dari tulisan lain. Dari kutipan di buku-buku itu juga sudah tampak jelas sih makna sebenarnya 🙂