Judul: Because of Winn Dixie
Penulis: Kate Dicamillo
Penerjemah: Diniarty Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 174
“Kadang-kadang rasanya semua orang di dunia ini kesepian.” (halaman 128)
Suatu hari seorang anak perempuan bernama Opal India sedang berada di sebuah toko makanan ketika tiba-tiba kegaduhan terjadi. Ada banyak sekali makanan bergulingan ke lantai dan para karyawan toko berlarian ke sana kemari sambil melambaikan tangan. Awalnya Opal tak menyadari bahwa semua itu adalah ulah seekor anjing sampai kemudian ia melihatnya. Seekor anjing besar yang jelek namun memiliki senyum memesona. Anjing itu tersenyum dan berhenti tepat dihadapannya sebelum kemudian berlari menuju ke arah manajer toko yang berteriak-teriak.
Tanpa berpikir panjang Opal membawa Winn Dixie pulang bersamanya. Ia akan meminta ijin ayahnya untuk memelihara Winn Dixie. Ayah Opal adalah seorang pendeta dan mereka berdua belum lama pindah ke Naomi, Florida. Ibu Opal meninggalkan Opal ketika ia masih kecil. Opal senantiasa merasa kesepian karena ayahnya begitu sibuk dengan kegiatan berkhotbahnya. Opal juga tak memiliki banyak kawan, karena memang tak banyak anak tinggal di sana. Hanya beberapa dan tampaknya mereka pun tak ingin berdekatan dengan Opal karena khawatir diadukan segala perbuatan mereka kepada pendeta.
Kehadiran Winn Dixie memberi keajaiban-keajaiban kecil pada Opal. Karena Winn Dixie ia berkenalan dengan Gloria Dump, Otis, Miss Franny. Gloria Dump seorang nenek tua yang penglihatannya sudah kabur dan Dunlap serta Stevie Dewberry, anak-anak seusia Opal menjulukinya sebagai nenek sihir. Mereka takut berdekatan dengan Gloria Dump. Otis, seorang pemuda aneh yang dianggap berbahaya karena pernah dipenjara serta Miss Franny penjaga perpustakaan yang kemudian mengenalkan Opal kepada permen hasil ramuan kakek buyutnya. Permen itu menyajikan sensasi rasa manis dan melankolis bagi yang menyicipnya. Permen itu adalah uangkapan kesedihan sang penciptanya, yang kehilangan orang tua serta saudara-saudara perempuannya dalam peristiwa perang saudara dan kesakitan. Hal itu membuat Opal teringat kepada Ibunya.
“Apakah menurutmu semua orang merindukan seseorang? Seperti aku merindukan mamaku?” (halaman 130)
Seperti biasa Kate Dicamillo menyuguhkan kisah yang mengharu biru. Walau tak sepuitis karya-karya Kate di buku lainnya, namun cerita ini pun tak kalah bagusnya. Kate menyisipkan pesan mengenai kasih sayang.
“Tuhan yang baik, kami berterima kasih untuk karunia-karunia rumit dan indah yang Kau berikan pada kami dalam diri kami masing-masing. Dan kami berterima kasih untuk tugas yang Kau serahkan pada kami, yaitu saling menyayangi sebaik mungkin, seperti Kau menyayangi kami.” (halaman 148)
Dan bagaimana kita belajar untuk mengikhlaskan seseorang atau sesuatu.
“Tidak mungkin kau bisa menahan sesuatu yang ingin pergi. Kau hanya bisa menyayangi apa yang kau miliki selama kau memilikinya.” (halaman 154)
Serta bagaimana kita memandang orang lain tanpa mengkaitkan dengan masa lalunya yang buruk.
“Kau tidak selalu bisa menilai orang dari hal-hal yang pernah mereka lakukan. Kau harus menilai orang dari apa yang mereka lakukan sekarang.” (halaman 95)
Ah, saya selalu suka dengan tulisan-tulisan Kate. Teduh 🙂
Terima kasih banyak untuk mbak Evyta yang telah bersedia meminjamkan buku ini.