Bumi Manusia


Judul: Bumi Manusia
Penulis: Antoine De Saint-Exupery
Penerjemah: Ida Sundari Husen
Cetakan: Desember, 2011
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 218

“Bumi mengajarkan kepada kita tentang diri kita jauh lebih banyak daripada semua buku di dunia ini, karena ia menantang kita. Manusia menemukan dirinya manakala ia harus mengukur kekuatannya sendiri ketika menghadapi suatu hambatan. Namun, untuk mencapainya ia memerlukan alat.”

Cerita berawal ketika Exupery, penulis cerita ini, masuk sebagai penerbang muda yang mengantarkan paket pos dari Perancis ke Afrika dan ke Amerika Selatan. Peraturan di perusahaan itu melarang para pilot untuk mengarungi lautan awan di atas zona yang bergunung-gunung. Pilot yang pesawatnya mogok bisa tersungkur ke dalam gumpalan awan-awan dan mungkin saja membentur puncak gunung.

Dalam perjalanan karirnya sebagai penerbang Exupery melihat dan merasakan kehilangan teman seprofesi ketika menjalankan tugas. Ia juga pernah terdampar di gurun pasir bersama kawan-kawannya.

Pengalaman Exupery dalam menjalani kehidupannya sebagai pilot memberikan renungan-renungan kecil yang sangat bermakna. Ia melukiskan pertemanan yang dijalinnya dengan kawan seprofesi seperti ini:

Para penerbang itu menyebar di seluruh dunia. Mereka tidak selalu bertemu. Ketika bertemu mereka akan bertegur sapa kemudian berpisah. Dan ketika bertemu kembali setelah beberapa tahun mereka akan melanjutkan cerita yang pernah terputus dahulu, saling mengikatkan diri kembali kepada kenangan lama. “Bumi terasa gersang sekaligus kaya. Kaya dengan taman rahasianya, tersembunyi, susah dicapai, tetapi profesi selalu mengantar kami kembali ke situ, hari ini atau nanti.”

Tetapi terkadang mereka kehilangan teman. “Tak akan pernah ada yang dapat menggantikan seorang teman yang hilang. Tak ada yang lebih berharga daripada begitu banyak kenangan yang dapat dibagi bersama, begitu banyak jam sulit yang dialami bersama, begitu banyak perselisihan, perdamaian dan perubahan emosi.”

Di tengah bahaya, mereka yang semula tertutup dalam kesendirian masing-masing menyadari bahwa mereka bagian dari sebuah komunitas yang sama, yang mendekatkan diri mereka satu sama lain.

Melalui pesawat terbangnya pula Exupery memperhatikan lekuk liku lapisan bumi, tempat kedudukan cadas, pasir, dan garam, tempat di mana kehidupan tumbuh dan berkembang. Begitulah ia membaca kembali sejarah manusia.

Maka, dalam artian yang lebih luas Exupery mempertanyakan untuk apa manusia membenci? “Kita semua bernasib sama, berada di planet yang sama, dan merupakan awak kapal yang sama. Dan jika ada baiknya kalau budaya-budaya bertentangan agar tercipta sintesis yang baru, sungguh mengerikan jika budaya-budaya itu saling mencaplok. Mengingat bahwa untuk membebaskan kita dari keadaan seperti itu, kita cukup saling membantu untuk menyadari sebuah tujuan yang akan mengikat kita satu sama lain.”

Buku ini sarat dengan renungan mengenai diri kita sebagai manusia, dengan pemikiran yang terkadang tampak sederhana sekaligus kompleks.

Seperti buku Exupery lainnya, Pangeran Kecil, buku ini sama bagus dan menariknya.

Comments

  1. Karya Exupery memang bagus-bagus. Buku ini pun mirip Pangeran Kecil. Terima kasih Sulis 🙂

  2. baca buku ini itu antara bingung nulis filosofinya atau ngeresensi ceritanya.. hehehh

  3. hehe, bener banget dan banyak banget tulisan indah yang pengin dikutip. Tapi memang harus memilah 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.