Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya

18000754
Judul: Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya
Penulis: Dewi Kharisma Michellia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 236

“.. tentang air yang harus menjadi ricik dan cakrawala yang harus menebas jarak agar dapat mencintai…” (halaman 127)

Ia dan pria itu akhirnya sering bertemu. Di bawah tempias hujan dan sajak puisi Sapardi Djoko Damono yang dibacakan oleh sang pria, si tokoh utama dalam buku ini, seorang wanita paruh baya, menyadari bahwa dirinya mulai menyukai si lelaki seniman dihadapannya.

Novel ini berkisah tentang surat-surat panjang yang dikirimkan oleh si wanita untuk seorang sahabat istimewa di masa kecilnya, laki-laki yang ia pilih sejak pertama kali mereka bertemu. Surat-surat itu ditulisnya setelah ia menerima undangan pernikahan si lelaki. Si wanita pun dengan gamblang mengungkapkan perasaannya atas pernikahan sahabatnya itu.
“Berpuluh tahun lamanya, bahkan sejak kali pertama bertemu, aku telah memilihmu dalam setiap doaku. Sesuatu yang tak pernah kau ketahui bahkan hingga hari ini. Dan bila kau suruh aku pergi begitu saja, di usiaku yang lebih dari empat puluh ini, aku mungkin telah terlambat untuk mencari penggantimu.” (halaman 19)

Untuk menenangkan hati, si wanita kemudian memutuskan untuk cuti dan menapak tilas masa kecilnya di Bali. Di kampung halaman Ayah yang dicintainya, ia melepaskan rindu pada segala kenangan getir masa kecil. Walau ia tak memercayai adanya kehidupan setelah kematian namun ia meyakini bahwa bekas-bekas kehidupan ayahnya telah menyatu dengan lautan. Ia dapat menemukan ayahnya di pantai manapun.

Kembali ke Jakarta ia kemudian dijodohkan oleh seorang kawannya. Laki-laki yang kemudian mengisi hari-harinya, laki-laki yang melafalkan puisi Sajak Kecil tentang Cinta karya Sapardi di bawah rintik hujan.

Walaupun sinopsis dan mungkin review di atas sedikit seperti sebuah kisah roman yang mendayu-dayu, sebenarnya isi novel ini jauh dari percintaan yang serupa itu. Sejujurnya saya membeli novel ini karena nama penulisnya. Saya memang tidak mengenal Dewi secara mendalam, tapi kami beberapa kali pernah saling berkomentar di sosial media facebook. Bagi saya Dewi adalah perempuan yang berbeda dari kebanyakan perempuan lain seusianya. Saya mengagumi pemikirannya. Dan iya, saya berharap banyak dari novel yang ia tulis. Seperti perkiraan saya, saya yakin ini bukan sekedar novel roman biasa. Tebakan saya tidak jauh meleset :).

Saya suka adegan di Surat ke-14. Bermain-main apakah hanya untuk anak-anak? Banyak orang dewasa salah mengartikan makna kedewasaan. Seperti Exupery bilang, orang dewasa seringkali membosankan. Mereka merasa harus selalu serius, dan keseriusan dimaknai oleh parameter yang mereka bikin sendiri. Ada kalanya dalam hidup kita tidak memerlukan penjelasan apa-apa, cukup merasakan dengan hati, dan itu digambarkan oleh Dewi dalam kekonyolan dan kegilaan yang dilakukan oleh kedua tokoh di atas.

Walau novel ini sedikit muram dan bahkan pedar, mengingat kesepian dan keterasingan yang dimiliki si tokoh. Namun saya memandang kesunyian itu sebagai akibat dari pemikiran si tokoh yang tidak bisa diam.

Secara keseluruhan saya betah membaca novel ini. Saya salut dengan cara Dewi mengumpulkan data dan mengolahnya dengan apik, detil sekali. Keren, Dew 🙂

Ditunggu karya-karya selanjutnya 😉

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.